Sabtu, 23 Januari 2010

22 Januari 2010


Rasanya hampa seperti padi berbulir hampa yang mungkin selamanya akan mendongak lalu dicibir. Aku capek dengan semua falsafah kehidupan yang rasanya seperti air dari sungai terbening di kaki gunung,yang sudah ditengguk orang-orang patuh dan bertelinga-tidak sepertiku. Aku meminta duniaku sendiri dan sang empunya kehidupan memberiku. Yaaa...tiada lagi yang mengekangku. Aku bisa menentukan kecepatan roketku. Tapi kenapa aku terus-terusan diam dan merenung dalam diniaku. Mengapa aku hanya terkagum-kagum oleh cerita buku yang sama sekali tidak mempengaruhi diriku?
Kadang aku berfikir...apa gunanya semua ini? Diam dan menrenung. Mengapa aku masih saja enggan keluar dari kamarku lalu memberi salam untuk semua orang. Mengapa aku masih saja ragu pada kebaikan dan ketulusan. Dan mengapa aku selalu menutup kesempatan mereka yang mau dekat denganku. Hehehe,,,memang diriku siapa? Kenapa aku sesombong ini? Mereka yang telah melesat saja tidak sesombong aku.
Diriku yang manis dan kusayangi,
Bertahun-tahun ternayata aku belum bisa menakhlukanmu. Keengganan dan kesombonganmu begitu kuat. Yang kuduga menjadi penghalang besar untuk menemukan tujuan besar dari keberadaanmu di dunia ini. Sembilan belas tahun dan menurutku hasilnya adalah nol.
Risuma...bukankah waktu itu adalah interval yang panjang. Bukankah kau pernah membayangkan bahwa seandainya kau mati di uasia 23 tahun apa yang akan terjadi? akankah semuanya menjadi sesuatu yang kau sebut-sebut absurd? Tidak ada yang mengenalmu,tidak ada yang terkesan padamu,dan tidak ada yang kau banggakan pda dirimu. Tidak ada alasan untuk membuat dadamu sedikit membusung. Kehidupanmu sama seperti meletusnya balon-balon sabun. Sia-sia. Mungkin semua orang hanya akan terkenang pada kebodohanmu atau kau terkesan sangat biasa. Tidak ada cerita hebat tentangmu. Menurutku itu adalah kehidupan yang sangat menyedihkan.

Well,
Sekarang kau menulis perjalanan panjang Sarwa Jemimah. Kau masih ragu tentang kemampuan menulismu? well well....hidup tanpa keraguan bukanlah hidup yang berseni. Daaan akan lebih berseni lagi kalau kau berhasil menyingkirkan keragu-raguan itu. hmmmm....Mari menyatakan sesuatu lalu mempercayainya setulus hati.
“Risuma...kamu bisa!”
Pernyaaan yang sangat biasa-biasa.
“Risuma...yakinlah kalau kau adalah penulis sejati”
Hmmmm.....masih belum sempurna. Sekarang katakan kalimat ini dengan lembut tapi tegas,
“Risuma...tahuka kamu,bahwa dari awal kamu ditakdirkan untuk menulis? Inilah alasan utama Tuhan menghadirkanmu di dunia ini. Menulislah sayang...menulislah...”

Aku melihat sebatang ketelah yang berdiri tegap. Daun-daunnya rimbun,dia tumbuh dengan gairah yang sempurna. Jika aku adalah pemilik ketelah itu berarti akulah yang memutuskan kapan aku menggali umbinya yang pikirku berukuran besar,berisi dan merambat menembur tanah setengah meter panjangnya. Itulah umbi tersembunyi namun bisa digali seperti talenta.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates