Kamis, 31 Desember 2015

Dilema Mau Jadi Advokat

Menjadi seorang advokat adalah impian orangtua saya. Namun saya terus-terus mengulur-ulur dengan menghabiskan waktu menjadi guru bahasa inggris padahal mereka sudah menyiapkan dana untuk PKPA saya. akhirnya ketika orngtua saya mengalami kesulitan keuangan mereka mengizinkan saya merantau dan akhirnya sekarang saya menjadi seorang cs di sebuah credit union di kalimantan. Rugi donk kuliah hukum selama 4 tahun namun tidak bekerja di bidang yang connected dengan jurusan. terserah deh. yang penting saya masih bisa mencerocos tentang hukum termasuk profesi hukum. Nah, mengapa saya belum juga tertarik menjadi advokat? coy....yang bikin galau tuh wadah yang memproduksi advokat-advokat di indonesia nih. KAI dan Peradi. Dua lembaga ini saling mengklaim sebagai satu-satunya wadah yang bisa mengadakan pelatihan dan ujian advokat. belum lagi, sekitar tahun 2010-an muncul wacana untuk membuat satu lembaga bernama FAI (federasi advokat indonesia). Tujuannya sih ingin menyatukan KAI dan Peradi (dua lembaga yang sama-sama diakui MA) yang sering berseteru. tapi saya pribadi kawatir, jika FAI benar-benar terbentuk maka organisasi advokat akan semakin sporadis yang ujung-ujungnya semakin membingungkan para calon advokat di negeri tercinta ini. Lalu muncul pula wacana di suatu lokakarya untuk membuat program magister advokat. nantinya lulusan hukum yang kuliah di program tersebut akan memperoleh gelar magister advokat. kelebihannya, selain menadapat gelar, calon advokat tidak perlu magang lagi di kantor advokat selama dua tahun. Nah, sama dengan magister kenotariatan kali yah. yang kuliah selama dua tahun lalu dilantik oleh ikantan notais indonesia (INI). Namun menurut kemenristek hal tersebut salah kaprah. Advokat kan profesi sedang magister adalah akademik. magister kenotariatan juga sudah dinilai keluar dari jalur. yang ada hanyalah magister hukum. kecuali jika Peradi atau adik bungsunya peradi ( KAI) mau menambah jam kuliah magister untuk para calon advokat dan nantinya akan langsung dilantik oleh Peradi atau organisasi satunya. Namun yang bikin galau lagi....dari hasil riset, magister kenotariatan dinilai tidak berhasil. mengapa? karena mereka tidak dibimbing oleh lembaga pengujinya alias ikatan notaris indonesia. Magister kenotariatan hanya membahas teori dan mebuat makalah namun ujung-ujungnya membuat aktapun mereka agak kesulitan. berbeda dengan calon-calon advokat yang langsung turun didampingi advokat pendamping untuk menyelesaikan perkara-perkara klien.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates